IBUNDA YANG TAK KENAL LELAH
Sudah beberapa referensi bacaan saya cari, literatur-literatur utama saya lacak, namun belum ketemu juga hingga kini. Jika ada pembaca yang berkenan berbagi, tentu saya sangat berterimakasih.
Apa yang saya cari? Nama ibunda Imam Bukhari.
Literatur semacam Siyar A'lam karya Adz Dzahabi, Mukaddimah Fathul Baari karya Ibnu Hajar, dan Tahdzibul Kamal karya Al Mizzi, menyebutkan masa kecil Imam Bukhari yang mengalami kebutaan.
Di sana digambarkan perjuangan seorang ibu yang hidup menjanda dengan anak laki-laki yang buta. Doa yang tidak putus-putus. Doa yang tulus. Doa seorang ibu agar anaknya dapat melihat secara normal. Doa yang Allah kabulkan.
Ibunda Imam Bukhari adalah profil seorang ibu yang luar biasa, salehah, ahli ibadah, dan memiliki cita-cita besar. Walau namanya tidak dikenal, tetaplah beliau Ibu yang luar biasa.
Kenalkah dengan seorang ibu bernama Aliyah binti Syarik? Beliau adalah ibunda Imam Malik. Seorang ibu yang mensupport sepenuh jiwa untuk kebaikan anaknya.
Al Qadhi Iyadh (Tartibul Madaarik 1/119) mencatat Aliyah sebagai ibu yang tegas dan teliti memperhatikan 2 hal pada anaknya; penampilan lahiriyah dan visi kehidupan.
“Ibuku selalu merapikan sorbanku dan berpesan : Berangkatlah ke majlis Rabi'ah! Pelajarilah adab-adab beliau sebelum ilmunya”, Imam Malik bercerita untuk kita.
Pernahkah mendengar nama Fathimah bintu Asad? Ibunda Imam Syafi'i yang rela meninggalkan Gazza Palestina, kampung halamannya, setelah sang suami meninggal dunia.
Beliau memilihkan Mekkah untuk anaknya agar pertumbuhan dan pendidikannya terjaga. Apalagi kakek-kakek Imam Syafi'i dari jalur ayah memang dari Mekkah.
Di bawah asuhan sang ibu yang menjanda, Imam Syafi'i dididik dengan ketat dan selektif. Di usia 7 tahun, beliau telah hafal Al Qur'an dibimbing sang ibu. Ilmu-ilmu agama lalu dipelajarinya. Hingga kemudian beliau menjadi seorang ulama besar.
Bagaimana dengan Imam Ahmad? Beliau pun tumbuh kembang sebagai anak yatim. Ayahnya seorang tentara meninggal dunia di usia muda.
Ibunya yang bernama Shafiyyah bintu Maimunah memutuskan untuk tidak menikah lagi. Seluruh waktu dan perhatian dicurahkan untuk Imam Ahmad.
Sejak kecil, Imam Ahmad telah menghafal Al Qur'an. Sang Ibu benar-benar memperhatikan dan fokus pada aspek-aspek ibadahnya.
Sufyan ats Tsauri juga tumbuh berkembang dengan motivasi penuh dari ibunya. Al Jurjani (Tarikh Jurjan hal.449) membawakan riwayat berisikan pesan ibunda Sufyan, “Wahai anakku, berangkatlah thalabul ilmi. Biaya yang engkau perlukan, akan Ibu siapkan dari hasil menenun kain”
Ibunya juga berpesan, “ Wahai anakku, jika 10 hadis sudah engkau tulis, coba perhatikan! Apakah engkau merasa bertambah baik sikapmu, tenang dan bijak? Jika engkau tidak merasakan hal itu, sadarilah bahwa ilmumu malah memadharatkan dan tidak memberi manfaat”.
Perjuangan ibu Imam Bukhari agar anaknya menjadi ulama.
Langkah Ibu Tak Kenal Lelah
Sudah beberapa referensi bacaan saya cari, literatur-literatur utama saya lacak, namun belum ketemu juga hingga kini. Jika ada pembaca yang berkenan berbagi, tentu saya sangat berterimakasih.
Apa yang saya cari? Nama ibunda Imam Bukhari.
Literatur semacam Siyar A'lam karya Adz Dzahabi, Mukaddimah Fathul Baari karya Ibnu Hajar, dan Tahdzibul Kamal karya Al Mizzi, menyebutkan masa kecil Imam Bukhari yang mengalami kebutaan.
Di sana digambarkan perjuangan seorang ibu yang hidup menjanda dengan anak laki-laki yang buta. Doa yang tidak putus-putus. Doa yang tulus. Doa seorang ibu agar anaknya dapat melihat secara normal. Doa yang Allah kabulkan.
Ibunda Imam Bukhari adalah profil seorang ibu yang luar biasa, salehah, ahli ibadah, dan memiliki cita-cita besar. Walau namanya tidak dikenal, tetaplah beliau Ibu yang luar biasa.
Kenalkah dengan seorang ibu bernama Aliyah binti Syarik? Beliau adalah ibunda Imam Malik. Seorang ibu yang mensupport sepenuh jiwa untuk kebaikan anaknya.
Al Qadhi Iyadh (Tartibul Madaarik 1/119) mencatat Aliyah sebagai ibu yang tegas dan teliti memperhatikan 2 hal pada anaknya; penampilan lahiriyah dan visi kehidupan.
“Ibuku selalu merapikan sorbanku dan berpesan : Berangkatlah ke majlis Rabi'ah! Pelajarilah adab-adab beliau sebelum ilmunya”, Imam Malik bercerita untuk kita.
Pernahkah mendengar nama Fathimah bintu Asad? Ibunda Imam Syafi'i yang rela meninggalkan Gazza Palestina, kampung halamannya, setelah sang suami meninggal dunia.
Beliau memilihkan Mekkah untuk anaknya agar pertumbuhan dan pendidikannya terjaga. Apalagi kakek-kakek Imam Syafi'i dari jalur ayah memang dari Mekkah.
Di bawah asuhan sang ibu yang menjanda, Imam Syafi'i dididik dengan ketat dan selektif. Di usia 7 tahun, beliau telah hafal Al Qur'an dibimbing sang ibu. Ilmu-ilmu agama lalu dipelajarinya. Hingga kemudian beliau menjadi seorang ulama besar.
Bagaimana dengan Imam Ahmad? Beliau pun tumbuh kembang sebagai anak yatim. Ayahnya seorang tentara meninggal dunia di usia muda.
Ibunya yang bernama Shafiyyah bintu Maimunah memutuskan untuk tidak menikah lagi. Seluruh waktu dan perhatian dicurahkan untuk Imam Ahmad.
Sejak kecil, Imam Ahmad telah menghafal Al Qur'an. Sang Ibu benar-benar memperhatikan dan fokus pada aspek-aspek ibadahnya.
Sufyan ats Tsauri juga tumbuh berkembang dengan motivasi penuh dari ibunya. Al Jurjani (Tarikh Jurjan hal.449) membawakan riwayat berisikan pesan ibunda Sufyan, “Wahai anakku, berangkatlah thalabul ilmi. Biaya yang engkau perlukan, akan Ibu siapkan dari hasil menenun kain”
Ibunya juga berpesan, “ Wahai anakku, jika 10 hadis sudah engkau tulis, coba perhatikan! Apakah engkau merasa bertambah baik sikapmu, tenang dan bijak? Jika engkau tidak merasakan hal itu, sadarilah bahwa ilmumu malah memadharatkan dan tidak memberi manfaat”
Oleh sebab di atas, maka :
1. Peran seorang ibu sangatlah strategis. Arah hidup dan cara berpikir anak, banyak dipengaruhi oleh ibu. Faktanya, seorang ibu lah yang lebih dominan dalam mengenalkan mentalitas dan karakter kepada anak. Sebab, kebersamaan seorang ibu bersama anak lebih banyak dibandingkan seorang ayah.
Coba evaluasi lagi, karakter positif atau negatif yang telah Anda tanamkan kepada anak, wahai Ibu?
2. Ibu yang salehah adalah ibu yang luar biasa. Ibadahnya menjadi tenaga ruhani dalam rumah tangga. Doa-doanya begitu dahsyat; tidak dapat diremehkan.
Kata-kata seorang ibu, jangan diabaikan! Satu kata positif bisa membantu seorang anak menjadi tangguh dan sukses, sebagaimana satu kata negatif dapat berakibat hancurnya kehidupan anak.
Coba pikirkan ulang, selama ini positif ataukah negatif kata-kata Anda, wahai Ibu?
3. Ibu yang hebat akan melahirkan anak yang hebat. Bagaimanakah ibu yang hebat itu? Silahkan dibaca lagi kisah-kisah para ibu di atas.
Ibu yang hebat adalah ibu yang tegar, tangguh, kuat, tidak cengeng, tidak mau lemah menyerah dan tidak mau mengeluh.
Ibu yang hebat adalah ibu yang selalu menanamkan cita-cita besar kepada anaknya. Dikenalkannya dengan visi-visi yang tinggi untuk masa depan.
Ibu yang hebat adalah ibu yang mendekatkan diri kepada Allah, berdoa tiada henti, dan terus bersandar kepada- Nya. Bagaimana dengan Anda, wahai Ibu?
4. Untukmu, wahai Suami. Jangan lelah untuk membimbing istri dan menghiburnya atas penat dan letihnya ia sebagai seorang ibu.
Hargailah setiap tetes keringatnya. Apresiasilah setiap butir peluhnya. Berterimakasihlah kepadanya! Jangan lupa doakan, “ Ya Allah, jadikanlah istriku sebagai seorang istri dan ibu yang salehah”
5. Untukmu, wahai Anak. Ingat-ingatlah, tidak ada cara yang bisa dilakukan untuk menyamai jasa dan pengorbanan seorang Ibu. Apapun yang engkau lakukan, semua yang bisa engkau berikan, bahkan dunia seisinya pun, belum bisa membalas satu linangan air mata seorang ibu. Jangan buat Ibumu menangis sedih!
6. Untukmu, Anak Muda! Carilah, temukan, dan pilihlah istri yang akan menjadi calon ibu yang luar biasa! Calon Ibu yang akan melahirkan anak-anak semacam Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad!
Jangan pesimis, jangan kecil hati, dan jangan sampai berpikir, “ Apa mungkin bisa?”. Lupakah engkau bahwa rahmat Allah sangatlah luas, lalu kenapa engkau persempit?
7. Untukmu, Anak Muda! Calon Ibu yang istimewa itu, tidak bisa didapatkan melalui media-media sosial. Bukan dengan berkenalan dan berkomunikasi bebas tanpa batas di facebook, instagram, WA, atau media lainnya. Bukan mereka yang mengumbar aurat. Bukan mereka yang kurang rasa malu.
Namun, bagaimana engkau memperoleh calon Ibu istimewa, sementara engkau sendiri bukan calon ayah yang baik? Engkau sendiri hidup dalam kepalsuan dengan akun dan identitas bohongan di media sosial.
Untuk memperoleh kebaikan, jadilah orang baik sebelum itu!
Barokaalloh fikum.