Teladan Bagi Mereka Yang Merindukan Ramadhan
Sepakat orang yang berakal bahwa waktu yang paling berharga adalah
yang digunakan untuk beribadah kepada Allah pemelihara alam semesta dan
berjalan diatas jalan menuju akhirat, untuk mencapai syurga ilahi dan
menghindari adzab neraka yang sangat pedih sekali.
Ketika jalan ini seperti jalan-jalan lainnya yang naik turun,
menanjak dan berkelok-kelok ditambah lagi banyaknya para penghalang dan
pencuri hati dari syeitan manusia dan jin. Maka butuh penunjuk jalan
yang dapat menjelaskan jalan yang aman dan mudah dilalui. Menjelaskan
persembunyian mereka dan waktu yang paling pas dan bagus untuk
meneruskan perjalanan. Penunjuk jalan tersebut tidak lain adalah manhaj
salaf sholih dalam ibadah dan jalan mereka menuju Allah.
Setiap yang ingin sukses dan selamat sampai tujuan yang mulia ini pasti
membutuhkan manhaj salaf dan aplikasi praktis para salaf umat ini dalam
berjalan di kehidupan dunia ini. Berpegang teguh dengannya adalah jalan
keselamatan.
Sudah dimaklumi waktu-waktu utama termasuk waktu yang paling pas untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan, maka bulan Ramadhon termasuk bulan yang Allah muliakan dengan berbagai kemudahan beribadah dan keutamaan. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi kita untuk saling menasehati agar bangkit kembali semangat dan tekad untuk mendapatkan keridhoan Allah dibulan ini.
Namun apakah kaum muslimin sekarang khususnya kita semua telah mememiliki semangat memanfaatkan kesempatan emas ini untuk memulai menyempurnakan kepribadian islam dan kemanusian kita?
Kaum muslimin telah berpuasa bertahun-tahun dan mendapatkan bulan Ramadhan berkali-kali, apakah anugerah ini telah menjadikan mereka lebih dekat kepada Allah atau malahan semakin jauh dariNya?
Apabila para da’i kesesatan dan kefajiran sangat semangat dan bertekad besar dalam menyiapkan program-programnya dalam rangka menyesatkan makhluk dibulan ini dengan menyiarkan film seri, drama, sinetron dan acara-acara hiburan yang merusak lainnya. Tentulah ahlu iman juga lebih berlomba-lomba dalam mepersiapkannya dalam menegakkan kebaikan dan takwa, sebagaimana yang ada dikalangan para salaf umat ini.
Benarlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang keunggulan generasi salaf:
“Sebaik-baik zaman adalah di zamanku (sahabat), kemudian orang sesudah mereka (tabi’in) dan kemudian orang sesudah mereka (atba’ tabi’in).” (Riwayat Bukhari).
Mujahadah salaf selama bulan Ramadhan membuktikan kebenaran sabda Rasulullah di atas. Khususnya dalam melakukan amalan shalat dan membaca Alquran. Mujahadah mereka amat susah untuk ditandingi oleh umat Islam generasi terakhir. Bahkan bisa jadi kita menilai bahwa amalan yang pernah mereka lakukan itu mustahil dilakukan!
Nah, bagaimana sebanarnya mujahadah mereka selama bulan Ramadhan? Serta seperti apa persiapan mereka dalam menyambut bulan itu?
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Alquran. Bahkan Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, bahwa di tiap tahunnya Jibril Alaihissalam membacakan Alquran kepada Rasulullah setiap malam selama Ramadhan.
Oleh sebab itu, dengan berpedoman dengan hadits ini, Al Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa terus-menerus membaca Alquran di bulan Ramadhan akan menambah kemulyaan bulan itu. (lihat Fath Al Bari,9/52).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barang siapa melakukan qiyam Ramadhan dengan didasari keimanan dan keikhlasan, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Al Bukhari).
Karena itulah, para salaf dan ulama amat memperhatikan amalan tilawah, qiyam Ramadhan, serta pengkajian keilmuan, sehingga mereka siap bermujahadah dalam melakukan amalan-amalan itu.
Adalah Aswad bin Yazid An Nakha’i Al Kufi. Disebutkan dalam Hilyah Al Auliya (2/224) bahwa beliau mengkhatamkan Alquran dalam bulan Ramadhan setiap dua hari, dan beliau tidur hanya di waktu antara maghrib dan isya, sedangkan di luar Ramadhan beliau menghatamkan Alquran dalam waktu 6 hari.
Tidak hanya bermujahadah dalam menghatamkan Alquran, dalam ibadah shalat, Imam Adz Dzahabi menyebutkan bahwa tabi’in ini melakukan shalat 6 ratus rakaat dalam sehari semalam. (Al Ibar wa Al Idhadh, 1/86).
Adapula Qatadah bin Diamah, dalam hari-hari “biasa”, tabi’in ini menghatamkan Alquran sekali tiap pekan, akan tetapi tatkala Ramadhan tiba beliau menghatamkan Alquran sekali dalam tiga hari, dan apabila datang sepuluh hari terakhir beliau menghatamkannya sekali dalam semalam. (Al Hilyah, 2/228).
Tabi’in lain, Abu Al Abbas Atha’ juga termasuk mereka yang “luar biasa” dalam tilawah. Di hari-hari biasa ia menghatamkan Alquran sekali dalam sehari. Tapi di bulan Ramadhan, Abu Al Abbas mempu menghatamkan 3 kali dalam sehari. (Al Hilyah 10/302).
Sedangkan Said bin Jubair, dalam Mir’ah Al Jinan, Al Yafi’i menyebutkan sebuah riwayat, bahwa di suatu saat tabi’in ini membaca Alquran di Al Haram, lalu beliau berkata kepada Wiqa’ bin Abi Iyas pada bulan Ramadhan, “Pegangkan Mushaf ini”, dan ia tidak pernah beranjak dari tempat duduknya itu, kacuali setelah menghatamkan Alquran.
Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair, beliau pernah mengatakan, “Jika sudah masuk sepuluh hari terakhir, aku melakukan mujahadah yang hampir tidak mampu aku lakukan.”
Beliau juga menasehati, “Di malam sepuluh terakhir, jangan kalian matikan lentera.”Maksudnya, agar umat Islam menghidupkan malamnya dengan membaca Alquran.
Thabaqat Fuqaha Madzhab An Nu’man Al Mukhtar, yang dinukil oleh Imam Laknawi dalam Iqamah Al Hujjah (71,72) disebutkan periwayatan bahwa dalam bulan Ramadhan Said bin Jubair mengimami shalat dengan dua qira`at, yakni qira`at Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Tsabit.
Manshur bin Zadan, termasuk tabi’in yang terekam amalannya di bulan diturunnya Alquran ini. Hisham bin Hassan bercerita, bahwa di bulan Ramadhan, Manshur mampu menghatamkan Alquran di antara shalat Maghrib dan Isya’, hal itu bisa beliau lakukan dengan cara mengakhirkan shalat Isya hingga seperempat malam berlalu. Dalam hari-hari biasapun beliau mampu menghatamkan Alquran sekali dalam sehari semalam. (Al Hilyah, 3/57).
Tidak ketinggalan pula Imam Mujahid, salah satu tabi’in yang pernah berguru langsung dengan Ibnu Abbas juga amat masyur dengan mujahadahnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dengan sanad yang shahih, bahwa tabi’in ahli tafsir ini juga menghatamkan Alquran pada bulan Ramadhan di antara maghrib dan isya.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Abu Hanifah termasuk pada golongan tabi`in, karena telah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik. Banyak riwayat yang menegaskan bahwa beliau adalah ulama yang ahli ibadah. Yahya bin Ayub, ahli zuhud yang semasa dengan beliau mengatakan: Tidak ada seorangpun yang datang ke Makkah, pada zaman ini lebih banyak shalatnya dibanding dengan Abu Hanifah.
Karena itu, beliau dijuluki Al Watad (tiang) karena banyak shalat (Tahdzib Al Asma, 2/220). Lalu, bagaimana amalan ulama ahli ibadah ini dalam bulan Ramadhan?
Orang yang melakukan shalat fajar dengan wudhu isya selama 40 tahun ini menghatamkan Alquran 2 kali dalam sehari di bulan Ramadhan, pada waktu siang sekali, dan pada waktu malam sekali (Manaqib Imam Abu Hanifah, 1/241-242).
Bahkan disebutkan oleh Imam Al Kardari bahwa Abu Hanifah termasuk 4 imam yang bisa menghatamkan Alquran dalam 2 rakaat, mereka adalah Utsman bin Affan, Tamim Ad Dari, Said bin Jubair, serta Abu Hanifah sendiri.
Iman Syafi’i rahimahullah mengkhatamkan enam puluh kali di bulan Ramdhan yang dia membacanya di luar shalat, dan dari imam Abu Hanifah rahimahullah seperti itu juga.
Imam Syafi’i (204 H), beliau dalam bulan Ramadhan biasa menghatamkan Al Qur’an dua kali dalam semalam, dan itu dikerjakan di dalam shalat, sehingga dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Alquran enam puluh kali dalam sebulan (Tahdzib Al Asma’ wa Al Lughat, 1/ 45)
Al Qazwini (590 H), seorang ulama madzhab Syafi’i yang masuk golongan mereka yang bermujahadah dalam bulan Ramadhan, akan tetapi aktivitas beliau agak berbeda dengan amalan-amalan para ulama lain. Setelah shalat tarawih, beliau membuka majelis tafsir yang dihadiri banyak orang. Beliau menafsirkan surat demi surat semalam suntuk, hingga datang waktu shubuh. Kemudian beliau melakukan shalat shubuh bersama para jama’ah dengan wudhu isya’. Seakan tidak memiliki rasa lelah, setelah itu beliau mengajar di madrasah Nidhamiyah sebagaimana biasanya. (Thabaqat As Syafi’iah Al Kubra, 6/10).
Ali Khitab bin Muqallad (629 H), seorang ulama Bagdad yang hidup di masa khalifah Al Muntashir, dalam Ramadhan mampu menghatamkan Al Qur’an 90 kali, dan di hari biasa beliau menghatamkan sekali dalam sehari. (Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 8/294).
Jika di Bulan Ramadhan para salaf mampu melakukan amalan-amalan “berat”. Bagaimana persiapan mereka sebelum memasuki bulan suci ini? Ternyata para salaf sudah melakukan persiapan yang cukup maksimal. Ini bisa dilihat dari mujahadah mereka sebelum Ramadhan.
Habib bin Abi Tsabit mengatakan, “Bulan Sya’ban adalah bulan qura` (para pembaca Alquran)”. Sehingga pada bulan itu, para salaf konsentrasi terhadap Alquran. Salah satu diantara mereka adalah Amru bin Qais, ahli ibadah yang wafat tahun 41 Hijriyah ini, ketika Sya’ban tiba, ia menutup tokonya dan tidak ada aktivitas yang ia lakukan selain membaca Alquran.
Bulan Ramadhan di pandangan para salaf adalah bulan mulia yang amat dinanti-nanti, sehingga mereka mempersiapkan jauh-jauh untuk menyambut “tamu idaman” ini, yakni dua bulan sebelum bulan suci datang. Sudahkah mempersiapkannya sebagaimana para salaf bersiap-siap?
As-Sirri as-Siqathi berkata: Tahun adalah pohon, bulan adalah cabangnya, hai-hari adalah dahannya, jam adalah daun-daunnya, dan napas hamba adalah buahnya. Maka bulan Rajab adalah hari-hari berdaunnya, Sya’ban adalah hari-hari bercabangnya, dan Ramadhan adalah hari-hari memetiknya, dan orang-orang beriman adalah para pemetiknya.
Adapun untuk mempersiapkan Ramadhan, kita bisa belajar dari Taqi Ad Din As Subki (756 H). Beliau memiliki kebiasaan dikala datang bulan Rajab, yakni tidak pernah keluar dari rumah kecuali untuk melakukan shalat wajib, dan hal itu terus berjalan hingga Ramadhan tiba. (Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 10/168).
Ini ditempuh supaya beliau lebih bisa konstrasi beribadah, sehingga ketika Ramadhan telah tiba, fisik dan batin sudah memiliki kesiapan untuk melakukan dan meningkatkan mujahadah dalam beribadah.
Selain itu, adapula Khatib As Syarbini (977 H), ulama Mesir penulis Mughni Al Muhtaj, juga memiliki cara tersendiri agar bisa konsentrasi melakukan ibadah ketika Ramadhan tiba. Yakni, tatkala terlihat hilal Ramadhan, beliau bergegas dengan perbekalan yang cukup untuk ber’itikaf di masjid Al Azhar, dan tidak pulang, kecuali setelah selesai menunaikan shalat ied. (lihat, biografi singkat As Syarbini dalam Mughni Al Muhtaj, 1/5)
Tidak disangsikan lagi bahwa beribadah kepada Allah adalah tujuan akhir seorang muslim dalam kehidupan. Ibadah mencakup semua ucapan dan perbuatan, lahir dan batin yang diridhai, maka beribadah kepada Allah adalah tujuan yang terus berlanjut seperti berlanjutnya kehidupan pada seorang muslim. Akan tetapi tujuan ini lebih ditekankan di bulan yang keutamaan sangat agung, faedahnya sangat banyak, dan manaqibnya sangat besar. Bulan diturunkan padanya al-Qur`an, dilipat gandakan kebaikan, dan di buka limpahan ampunan padanya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an. (QS. 2:185)
Bulan Ramadhan adalah hiburan bagi setiap orang yang berdosa, peringatan bagi orang yang lupa, pendidikan bagi orang yang jahil, pemberi semangat bagi setiap orang yang beramal. Wahai orang yang melewati batas dan mengikuti hawa nafsunya serta menjauhi kebenaran, telah datang kepadamu bulan yang mulia, perbaharuilah imanmu, perbanyaklah taubat dan amal sholih.
Ingatlah, datangnya bulan yang mulia ini merupakan kenikmatan yang agung dan karunia yang mulia.. saudaraku! Lihatlah keutamaan bulan ini :
a. Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran karena Alquran diturunkan pada bulan tersebut
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Albaqarah ayat 185:
Dalam ayat di atas, bulan Ramadhan dinyatakan sebagai bulan Alquran diturunkan, kemudian pernyataan tersebut diikuti dengan perintah yang dimulai dengan huruf
<ف> –yang berfungsi menunjukkan makna ‘alasan dan sebab’– dalam فمن شهد منكم الشهر فليصمه. Hal itu menunjukkan bahwa sebab dipilihnya bulan Ramadhan sebagai bulan puasa adalah karena di dalamnya diturunkan Alquran.
b. Dalam bulan ini, para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan pintu surga dibuka
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam,
Oleh karena itu, kita dapati dalam bulan ini sedikit terjadi kejahatan dan kerusakan di bumi karena sibuknya kaum muslimin dengan berpuasa dan membaca Alquran serta ibadah-ibadah yang lainnya; dan juga dibelenggunya para setan pada bulan tersebut.
c. Di dalamnya terdapat satu malam yang dinamakan lailatul qadar, satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Qadr.
d. Dibulan ini diwajibkan berpuasa yang menjadi sebab penghapusan dosa
Seperti sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa yang berpuasa dibulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni darinya dosanya yang terdahulu’.
Maka jadikanlah –wahai saudaraku- dari bulan Ramadhan sebagai bulan ibadah, petunjuk keberuntungan, kebaikan dan tambahan: firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. an-Nuur :31)
Apabila Allah mengajak kepada taubat karena mengharapkan keberuntungan di segala waktu, maka sesungguhnya waktu terbaik untuk bertaubat dan paling bersih adalah bulan Ramadhan karena keutamaan dan keistimewaan yang Allah berikan kepadanya yang menunjukkan keberkahan dan keagungannya.
Saudaraku, andaikan dibukakan bagi ahli kubur pintu angan-angan, niscaya mereka berangan-angan hidup satu hari di bulan Ramadhan.. mereka kelaparan padanya karena Allah, kehausan padanya karena Allah, menghidupkan siangnya dengan membaca al-Qur`an, menambah iman dan memohon ampunan, dan menghidupkan malamnya dengan ibadah, shalat, doa, dan menangis, dan memohon ampunan dan kebebasan dari neraka.
Wahai saudaraku, sekarang engkau masih hidup dalam keadaan walafiyat, telah datang kepadamu bulan Ramadhan dan engkau membuka lembaran darinya dengan kelupaan, apakah engkau melihat dirimu melupakan kelebihannya? ataukah engkau melihat dirimu tidak mengetahui keutamaannya?.. atau engkau melihat dirimu mendapat jaminan ampunan, maka apakah imanmu tidak bersiap-siap dengan kedatangan Ramadhan?
Engkau berharap –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjagamu padanya- di bulan ini dan alangkah agungnya bulan ini dan ingatlah di hari engkau diletakkan di dalam kubur. Dan katakanlah tolonglah wahai jiwa dengan sabar sesaat Maka tidak adalah dia melainkan hanya satu waktu kemudian berlalu. Maka saat bertemu orang yang kerja keras menjadi hilang. Dan jadilah orang yang berduka menjadi senang gembira
Sungguh manusia bergembira dengan kedatangan bulan puasa, mereka mendapatkan padanya kebaikan dan keberkahan, namun sedikit sekali yang menunaikan dengan cara yang menyebabkan ridha Allah dan membangunnya dengan taat, ibadah dan menunaikan kewajiban. Terkadang berbagai macam penyimpangan yang belum pernah di bulan-bulan sebelumnya, menjadi ada di bulan Ramadhan, seperti israf (berlebihan), mubazir, menyia-nyiakan shalat, begadang di depan program-program televisi, menghabiskan waktu dalam permainan, dan keluyuran di jalanan. Semua itu dengan alasan karena capek dan hiburan sambil menunggu waktu berbuka. Jika kita merenungi kondisi salafus shaleh dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan. Bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shaleh, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Setiap keburukan ada dalam bid’ahnya kaum khalaf
Dan setiap kebaikan ada dalam mengikuti kaum salaf.